JANJI

 RESENSI BUKU JANJI

Oleh : M. Triska Sayyid Asli 




Judul : Janji

Penulis : Tere Liye

Genre : Aksi Romantis

Tanggal Terbit :  28 Juli 2021

Penerbit : Sabakgrip

Tebal Buku : 488 Halaman


Novel ini menceritakan tentang tiga orang Sekawan yang terkenal karena kenakalannya di salah satu sekolah agama Islam yang sering kita sebut Pesantren Kahar, Baso, dan Hasan namanya. Entah apa yang membuatnya bisa senakal itu. Teman-temannya bahkan gurunya sudah capek melihat kenakalan mereka.

Suatu hari Tiga Sekawan ini membuat kenakalan yang sangat fatal hingga dipanggil oleh Buya. Buya ini adalah seorang guru atau pengurus pesantren yang menjadi ketua di tempatnya ini. Mereka dipanggil ke ruangan Buya untuk mengakui kesalahannya. Memang dasar Tiga Sekawan ini bukannya mengakui kesalahannya malah membela dirinya dengan mencari berbagai banyak alasan. Namun apapun itu alasannya percuma saja. Bahkan banyak santri yang sebelumnya membicarakan bahwa Buya bisa berbicara dengan hewan, pasti gampang saja Buya untuk mengetahui kenakalan dari Tiga Sekawan ini.

Sebelum Buya menghukum Hasan, Baso, dan Kahar ia menceritakan tentang masa lalu ayahnya. Ayahnya merupakan seorang pendiri pesantren di tempat ini. Ia menceritakan bahwa 40 tahun yang lalu, waktu Buya ini umur 10 tahun, ada santri yang nakalnya melebihi Tiga Sekawan ini. Bahar Safar namanya. Ia sering kali melanggar peraturan pesantren dengan kabur dari pesantren, berjudi, dan minum-minuman keras. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, ia mendapat tugas untuk membangunkan sahur. Pada santri umunya membangunkan sahur menggunakan kentungan atau beduk masjid, namun ia berbeda. Ia membangunkan sahur dengan menggunakan meriam bambu. Hingga hal tersebut membuat bangunan pesantren yang terbuat dari kayu, mudah terlalap api. Seluruh santri berlari untuk menyelamatkan diri dari kobaran api. Namun ada salah seorang santri yang kakinya pincang sehingga ia tidak mampu untuk melarikan diri dan ia terjebak di dalam bangunan itu.

Tepat saat itu, Buya datang bertemu dengan Bahar. Bahar dengan perasaan tanpa bersalah ia berharap dengan kejadian tersebut akan membuatnya dikeluarkan dari pesantren ini. Bahar yang ingin keluar dari pesantren tersebut mengingatkan Buya bahwa Buya tidak akan mengeluarkan santrinya dengan kenakalan apapun. Namun pada waktu itu, Buya melanggar janjinya dengan mengeluarkan Bahar.

Tahun demi tahun telah berlalu. Sebelum ayah Buya wafat, ayah Buya menceritakan mimpinya kepada Buya, bahwa ayah Buya bermimpi tiga kali berturut-turut dan itu bukan mimpi yang biasa. Ia bermimpi pada saat itu ia tengah berjalan di gurun pasir yang sangat gersang. Di mimpinya tersebut, ayah Buya melihat dari kejauhan kendaraan yang sangat mewah dan ternyata itu Bahar yang memiliki kendaraan tersebut. Bahar mempersilakan Buya untuk segera menaiki kendaraannya tersebut. Semenjak saat itu, ayah Buya ingin sekali untuk mencari Bahar. Akan tetapi hingga akhir hidupnya, Bahar tidak kunjung ditemukan.

Sehingga Buya memberikan hukuman kepada Tiga Sekawan ini untuk pergi mencari Bahar. Mereka disuruh untuk menemukan sosok Bahar hingga beberapa minggu. Dengan memberikan petunjuk dan uang saku dari Buya, mereka pergi meninggalkan pesantren ini dan Buya berharap perjalanan mereka akan membawa kebaikan dan pengalaman kepada Tiga Sekawan ini.

Perjalanan mereka dimulai dari satu kota hingga ke kota yang lain. Semenjak Bahar setelah dikeluarkan dari pesantren hingga bertemulah seseorang yang menjadi saksi hidupnya Bahar. Banyak saksi yang menceritakan kehidupan Bahar di masyarakat yang diceritakan kepada Tiga Sekawan ini. Kehidupan Bahar yang bermula dikenal sangat nakal di pesantren sangat berbeda dengan cerita pada kehidupan di masyarakat. Ia dikenal sosok pekerja keras dan dermawan di mata orang-orang yang hidup bersamanya. Bahar yang sudah menabung dari hasil kerja kerasnya untuk menunaikan ibadah haji, ia relakan untuk mempertahankan tempat tinggal anak yatim.

Kehidupan Bahar yang sangat berubah tersebut dilandasi karena pada saat sebelum dikeluarkan dari pesantren, ia diberikan lima pesan dari Buya pada waktu itu. Ia diperbolehkan meninggalkan pesantren namun harus menepati janji tersebut di masyarakat. Sosok Buya yang memberikan lima pesan tersebut sangat yakin bahwa Bahar yang sangat nakal itu, meyakini Bahar memiliki hati yang spesial. Setelah itu Bahar pun pergi meninggalkan pesantren tersebut dan mengingat pesan-pesan Buya sampai akhir hayatnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan ketertiban di lingkungan MA Almaarif Singosari