SANG PUJAAN HATI

 NAMA : LIDYA PUTRI RAMADANI

KELAS : XI IPS



SANG PUJAAN HATI

 Pagi ini cuaca tampak mendung, matahari sepertinya tak ingin menampakkan wajahnya, bahkan udara pun terasa sangat dingin tak sepeti biasanya. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan deras, namun tak mengurungkan niatku untuk pergi ke sekolah. Segera kuambil tas yang tergantung di belakng pintu kamar, lalu bergegas menemui kak Rian yang sedari tadi siap di atas motornya.

“Lama,” komentar kak Rian.

“Iya sabar.”

“Ayo cepat sudah mau hujan!”

“Iya, Kak. Ini juga baru mau naik.”

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya kami sampai di sekolah, untung hujan belum turun.

Aku baru ingat, ternyata hari ini piketku di kelas dan sesegera mungkin kaki kecil ini berlari bagai kilat. Saking cepatnya, tanpa hitungan menit sudah sampai tepat di depan kelas, sehingga membuat napasku terngah-engah.

Aku mengatur napas menenangkan diri karena sebentar lagi pastinya dapat kultum sebagai sarapan pagi alias ocehan si Uchi yang begitu membosankan dan membuat telinga panas. Tetapi wajar saja Uchi mengoceh karena aku sering terlambat datang ke sekolah dan yang pastinya juga tak piket dong, bisa dihitung jarilah. Bisa dibilang ya sekali dua kalilah aku piket. But, itu bukan sepenuhnya salahku. Aku hanya mengikuti takdir dan berusaha menjadi anak berbakti kepada orang tua. Pagi-pagi aku harus membantu ibu menyiapkan dagangannya, setelah itu baru bisa ke sekolah. Makanya aku sering terlambat, tetapi mereka tak perlu tahu alasannya.

“Siang!” sapa Uchi ketus.

Aku hanya nyengir.

“Bisa nggak ya, tidak telat?” sambungnya.

“I’m so sorry!”

“Sorry, sorry, andalan. Cengegesan lagi kayak tidak punya rasa bersalah saja.”

Untung bel masuk langsung berbunyi dan semua yang beraktifitas di dalam mau pun di luar kelas menghentikan aktifitasnya. Tentunya si cerewet Uchi menghentikan omelannya juga, apa lagi jam pertama pelajaran akan segera dimulai. Tak lama kemudian, guru bahasa indonesia masuk ke kelas, setelah sedikit menjelaskan mengenai materi yang dipelajari, pak indra menugaskan kami untuk meminjam buku paket di perpustakaan sekolah.

Kami pun bergegas menuju perpustakaan. Setelah lama mencari buku paket, namun belum juga aku temukan. Tiba-tiba aku menemukannya buku yang ku maksud itu, buku yang ada di rak buku paling atas, tetapi sialnya aku tak bisa mengambilnya. Aku berusaha mengambil buku itu dan berkali-kali berjinjit, tetap saja tak bisa. Kemudian, aku celingak-celinguk mencari sesuatu agar bisa kugunakan mengambil buku itu.

“Yang ini?”

Aku menoleh dan mendonggak karena si pemilik suara lebih tinggi dariku. Ternyata Adit, dia berdiri tepat di belakangku. Seketika aku kaget dan tak ayal aku tak bisa mengendalikan keseimbangan. Untung saja Adit sigap segera meraih tubuhku yang hampir mengenai rak buku.

Jantung ini seketika berdetak sangat kencang dan bisa kupastikan kini wajahku memerah.

“Kau baik-baik saja?”

Aku hanya mengangguk sembari memperbaiki posisi berdiri. Adit pun membungkuk mengambil buku di lantai yang sempat terlepas dari tangannya tadi karena menolongku.

Ini kali keduanya aku sedekat ini dengan Adit, sehingga aromanya yang khas tercium dengan sangat jelas di indra penciumanku, dan raut wajahnya yang tampan terlihat jelas di mataku sehingga membuat kelopak mata ini enggan untuk berkedip sedikit pun. Ah, sungguh dia lebih tampan jika dilihat dari jarak yang sangat dekat. Emh.., mimpi apa ya aku semalam sehingga bisa bertemu dengan pangeran tampan atau mungkin sekarang aku sedang bermimpi?

Pertama bertemu dengan Adit ketika pesta ulang tahun temanku Desy. Hari itu, aku keasikan mengobrol dan tanpa sengaja aku menginjak kakinya, kebayang kan bagaimana sakitnya diinjak high heels? Pasti sakitnya bukan main. Emh..., awalnya aku pikir dia akan marah dan memakiku. Kebayang juga malunya kalau sampai dia memaki aku di depan banyak orang, mau ditaru di mana muka cantik ini? Rasanya ingin kabur saja, seandainya itu sampai terjadi,

“Tidak apa-apa,” katanya sembari tersenyum.

Lucu juga dia masih sempat-sempatnya tersenyum padahal sebelumnya kulihat dia meringis kesakitan. Tetapi yang pasti, senyumnya itu dibuat-buat. Aku jadi kasihan melihatnya.

“Sorry! Aku tidak sengaja.” kataku benar-benar merasa bersalah.

“It’s okay.”

Dia masih saja tersenyum dan kali ini terlihat senyumnya tak dibuat-buat lagi. Senyumnya itu, seketika membuatku terpesona, bahkan sampai sekarang tak bisa melupakannya, rasanya ingin selalu melihat senyum itu

Setelah kejadian itu, aku hanya bisa memuja dan melihatnya dari kejauhan. Tentunya tak berani menatapnya dari dekat, apa lagi secara langsung seperti ini dan yang bisa kulakukan hanya CCP alias curi-curi pandang. Ketika kutahu dia sekelas dengan Desy. Aku pun sering ke kelasnya, hanya sekadar berbasa-basi dengan Desy. Oh iya hampir lupa, Desy itu temanku sewaktu SMP. Kami lumayan akrab. So, aku punya alasan deh ke kelas mereka.

Ini sebuah keberuntungan bagiku sehingga tiba-tiba sang pujaan hati menghampiri? Ah, sekarang aku bisa memandangnya dengan sangat jelas bahkan tanpa ada sekat sedikit pun. Sungguh sempurna pemdanangan yang ada dihadapanku ini, tak ada sedikit pun cela yang terlihat. Bagiku dia adalah mahluk yang diciptakan dengan sangat sempurna, sudah cakep, keren, manis, pintar, baik, dan ramah pula, pokonya Adit is the best. Aku sungguh mengagumi sosoknya, but hanya sebagai pengagum rahasia. Tetapi kurasa aku telah jatuh cinta padanya, dia sungguh telah mencuri hati ini.

“Eits malah melamun,” kata Adit sambil menyodorkan buku itu.

Aku jadi salah tingkah.

“Kamu Rhisya, kan?” tanyanya kemudian sambil mengerutkan kening.

“Kok tahu, peramal ya?”

“Bisa saja kamu. Ya iyalah aku tahu, secara kamu sering ke kelasku, kan? Emh.., aku juga masih ingat waktu itu kamu kan yang nginjak kakiku di ulang tahun Desy. Masih ingat?”

Adit tersenyum kecil sepertinya sedang mengingat kejadian waktu itu.

“Tahu tidak, itu sakitnya minta ampun.”

“Hehehe, Sorry soal yang itu.”

Aku bertambah salah tingkah. Ternyata dia benar-benar mengingat kejadian waktu itu.

“Benar loh, air mataku sepertinya mau keluar saking sakitnya,” sambungnya sambil tersenyum.

Setelah beberapa saat bersama Adit, aku pun kehilangan kata-kata tak tahu pembicaraan apa lagi selanjutnya. Rasanya aku ingin kabur saja, tetapi juga tak ingin melewatkan momen ini, kapan lagi bisa mengobrol denganya? Otakku mulai berputar mencari kata-kata yang pas untuk dibahas.

“Ada tugas ya, Dit?”

Akhirnya kalimat itu yang keluar dari bibirku, tetapi sialnya keceplosan menyebut namanya, tentunya Adit heran saat mendengar namanya kusebut. Terlihat jelas di wajahnya, keningnya berkerut. Aku pun semakin salah tingkah. Mungkin saat ini wajahku sudah memerah bak udang rebus diberi saos tomat.

“Kok, tahu namaku?”

“Emh anu, oh iya aku kan sering ke kelasmu. Jadi aku tahu dong.”

Adit mengangguk mendengar penuturanku. Lalu, kembali melanjutkan mencari buku.

“Oh iya, kamu tadi tanya apa?”

“Yang mana?”

“Sebelumnya.”

“Apa, yah? Aku jadi lupa. Aku tanya apa ya tadi?”

Lagi-lagi Adit tersenyum sehingga membuat debaran di dada ini semakin memacu. Ah, takutnya dia bisa mendengar debaran jantungku saat ini. Lalu, kami pun membahas beberapa hal termasuk tentang buku yang kupegang. Ternyata dia lebih cerdas dari yang kuduga selama ini.

Meski aku dan Adit hanya membahas seputar pelajaran, namun kebersamaan ini begitu indah dan tak akan pernah kulupakan. Rasanya aku ingin menghentikan waktu, sehingga saat ini tak akan pernah berlalu.

“Astaga.”

Saking asyiknya menikmati kebersaamaanku bersama Adit, tanpa aku sadari teman-teman sekelasku telah kembali ke kelas.

“Ada apa?” Adit mengerutkan kening.

“Eh itu, temanku sudah ke kelas. Aku pergi dulu ya, Dit.”

“Oke, sampai jumpa.”

Tak lama aku kembali lagi.

“Ada apa?”

“Aku lupa bilang terima kasih. Terima kasih, Dit.”

Adit mengangguk sambil tersenyum, lalu aku pun segera bergegas ke kelas.

Hari ini aku sangat bahagia apa lagi saat melihat senyumnya tadi, hatiku serasa berbunga-bunga, bunganya bermekaran begitu indah bahkan sangat indah bagaikan di musim semi, meski di luar sana sedang hujan deras. Kau tahu? Aroma wanginya itu tercium di mana-mana sehingga membuatku mabuk kepayang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan ketertiban di lingkungan MA Almaarif Singosari